Jumat, 14 Agustus 2009

UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH MELALUI PEMAHAMAN PENGUSAHA DAN PEKERJA DALAM PENERAPAN HUKUM PADA BIDANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

Pada zaman dan era otonomi daerah (OTDA) amanat yang digariskan dalam undang-undang nomor 22 tahun 2000 dan undang-undang nomor 32 tahun 2004, dimana pemerintah pusat melakukan suatu langkah yang lebih maju sebagaimana yang telah di amanatkan dalam undang-undang nomor 5 tahun 1974 tentang pokok pokok pemerintahan di daerah sehingga sejak era otonomi daerah ada beberapa urusan dan kewenangan pemerintah puusat dilimpahkan dan menjadi urusan dan kewenangan daerah, dan ini membawa suatu konsekuensi yang lebih besar pada daerah untuk menggali dan mencari pendapatan daerah yang mana mampunyai tujuan untuk menjalankan roda pemerintahan secara mandiri, karena dengan menggali potensi pendapatan tentunya dimanfaatkan untuk membiayai belanja negara/daerah, walaupun dalam kenyataannya membuat dan merumuskan peraturan daerah yang mengatur tentang pendapatan daerah baik dari proyek daerah, restribusi mendapatkan tantangan dari berbagai halangan pengusaha dan masyarakat.
Di dalam TAP MPR No. IV/MPR/2000 ditegaskan bahwasanya :
“kebijakan desentralisasi Daerah diarahkan untuk mencapai peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas Pemda, keselarasan hubungan antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah itu sendiri dalam kewenangan dan keuangan untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan serta penciptaan ruang yang lebih luas bagi kemandirian Daerah”.
Berbicara tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ini sebenarnya pemerintah telah membuat dan mengeluarkan suatu undang-undang yaitu undang-undang nomor 1 tahun 1970, dimana dalam undang-undang ini mengatur kewajiban pengusaha untuk memberikan alat perlindungan dan kesehatan bagi pekerjanya, tapi dalam kenyataannya penerapan undang-undang ini masih kurang dapat diterima oleh pengusaha dengan berbagai alasannya, padahal kita juga sudah mengetahui bahwa anggaran / biaya dalam membuat suatu peraturan adalah sangat besar dan panjang waktunya, tetapi untuk penerapan sanksi dan pelanggaran atas undang-undang ini tidaklah seimbang walaupun dalam kenyataannya banyak pengusaha yang tidak memberikan alat-alat perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)kepada pekerjanya. Dan disini terlihat bahwa ada sedikit kesan dan pertanyaan bagi kita semua, apakah memang pengusahanya yang tidak paham atau memang penegak / aparat negara yang kurang profesional dalam mensosialisasikan undang-undang ini.
Untuk menjawab ini semua, tentunya kita harus mengetahui lebih dahulu apa yang dimaksud keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan apa manfaat serta dampak positif atau dampak negatifnya apabila K3 ini ditaati oleh pengusaha. Jika kita membahas masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tentunya kita tidak bisa lepas dari pengertian alat-alat/ sarana dalam dunia industri, dan pada setiap industri tentunya juga mempunyai dan menggunakan peralatan yang berbeda-beda, sehingga kita memerlukan peraturan pelaksanaan lainnya. Untuk lebih rinci dan ditail tentang manfaat dan kegunaan dari peralatan tersebut dan bagaimana akibatnya jika tidak dilengkapi dengan alat-alat pelindung bagi pekerja.dari sini kita dapat mengetahui bahwa alat-alat keselamatan dan kesehatan kerja (k3) ini adalah merupakan suatu media yang harus digunakan / dipakai oleh seorang pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya karena jika ada kelalaian dari pekerja tersebut maka tentunya pekerja juga dapat di berikan sanksi oleh perusahaan. Salah satu inspirasi penulis kaitannya dengan upaya peningkatan pendapatan daerah, maka setiap daerah perlu membuat dan merumuskan peraturan daerah yang mengatur dengan rinci hal-hal yang tidak atau belum diatur oleh undang-undang nomor 1 tahun 1970 dan UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, oleh karena setiap peraturan uU Ketenagakerjaan yang dibuat biasanya lebih menitik beratkan kewajiban pada beban pengusaha/perusahaan. Padahal pada era globalisasi ini sangat diperlukan suatu keberanian baik dari pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk memahami dan mentaati segala bentuk peraturan yang ada, karena dengan di pahaminya suatu ketentuan / perundang-undangan bukanlah berarti kita hidup dalam suatu keterikatan atau merasa dibatasi ruang gerak kehidupan ini, mengingat negara indonesia ini adalah negara hukum tentu saja kita sebagai warga negara harus mau dan wajib mentaati segala norma, aturan, kaidah-kaidah hukum, hal ini sejalan dengan dasar idiologi atau falsafah negara republik indonesia yaitu UUD 45 dan Pancasila.
Alasan-alasan ini, dimaksudkan agar kepada aparat pemerintah, penegak hukum mau turut serta membuat dan merumuskan suatu peraturan daerah yang mengatur tentang perlindungan dan kesehatan kerja dalam bekerja, artinya bagi pengusaha dan pekerja mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk memenuhi, menggunakan alat-alat perlindungan dan kesehatan kerja sewaktu bekerja dan jika terjadi suatu kelalaian maka dikenakan sanksi hukum yaitu berupa denda yang nantinya disetorkan pada kas daerah untuk dikelola oleh pemerintah daerah yang selanjutnya akan dimanfaatkan kembali kepada masyarakat daerah itu sendiri, misalnya untuk pembangunan, pendidikan atau yang lainnya.
Daftar Pustaka :
1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2000
2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Pemerintahan Di Daerah.
4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970
5. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
6. TAP MPR No. IV/MPR/2000
7.
www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian%5CPAD
8. www.tcint.biz/teleconsult/tchome.nsf/0e950bf007ddca4948256ac80025124d/2892660c276c8b3f48256d6300178a4d/$FILE/Quality-Health-and-Safety-Policy
9. www.digilib.usu.ac.id/download/fe/manajemen-elita
10. www.iosh.gov.tw/upload/netbook/foreign/960718-104

Tidak ada komentar:

Posting Komentar